POLMAN, POJOK RAKYAT — Sebuah dugaan korupsi menyeruak dari balik anggaran belanja alat kelistrikan di Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Polewali Mandar. Anggaran senilai Rp567 juta lebih yang dicairkan melalui mekanisme SP2D LS (langsung) itu kini menjadi sorotan, setelah terungkap bahwa toko yang menjadi tempat pembelian alat-alat listrik tersebut sudah lama tidak beroperasi. Jum’at 24 Juli.
Informasi yang diperoleh Pojok Rakyat menyebutkan bahwa toko bangunan yang dicantumkan dalam dokumen pertanggungjawaban ternyata milik suami dari Bendahara Pengeluaran Setda Polman. Nama Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) juga ikut tercantum sebagai pihak yang menyetujui pengeluaran tersebut, meski diduga kuat mereka mengetahui bahwa transaksi tersebut fiktif.
“Toko bangunan itu sudah tutup lama. Tapi dalam dokumen pertanggungjawaban, belanja alat listrik tetap dialokasikan ke toko itu. Ironisnya, KPA dan PPTK tetap menandatangani dokumen tersebut,” ungkap Irfan.
Dugaan kolusi mencuat semakin kuat karena pihak-pihak yang terlibat memiliki hubungan erat, baik secara struktural maupun personal. Fakta bahwa toko tersebut terkait langsung dengan keluarga bendahara kian menguatkan asumsi publik bahwa ada skenario yang dirancang untuk menguras anggaran.
“Ini bukan kelalaian, ini skenario. Ada indikasi kuat bahwa ini bukan sekadar pelanggaran prosedur administrasi, tapi bentuk nyata penyalahgunaan wewenang dan pemufakatan jahat,” tambah Irfan.
Sejumlah item yang tercantum dalam nota belanja tidak pernah terlihat di lokasi kantor atau tempat kegiatan. Selain itu, ketika tim media mencoba mengonfirmasi ke toko yang bersangkutan, lokasi tersebut tampak kosong dan tidak lagi menjalankan aktivitas usaha.
Terpisah, KPA Bagian Umum Setda Polman Andi Nilawati mengaku dibohongi oleh Bebdahara pengeluaran Setda Polman, Ia mengaku tidak mengetahui jika anggaran tersebut dicairkan.
“Saya tandatangani karena sudah ada tanda tangannya PPTK sehingga saya tanda tangan tetapi ketika uangnya cair tidak dilaporkan ke saya, saya tidak pernah melihat uang tersebut,” jelasnya.
Lanjutnya, saya marah ketika mengetahui hal ini sehingga saya memilih mundur karena apa gunanya menjabat jika tak dianggap.
Aktivis antikorupsi di Polewali Mandar mendesak agar aparat penegak hukum turun tangan mengusut tuntas perkara ini. “Kalau ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk. ASN seenaknya mengatur anggaran, membuat toko fiktif, dan membagi keuntungan. Ini harus dibongkar sampai ke akarnya,” ujar Irfan.
Kasus ini membuka kembali luka lama soal lemahnya pengawasan anggaran di tubuh birokrasi. Masyarakat menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum agar kasus ini tidak berakhir sebagai rumor tanpa ujung.(bdt)