POLEWALI, POJOK RAKYAT — Lembaga Kajian Pengawasan Anggaran (LKPA) Republik Indonesia minta aparat penegak hukum (APH) turun gunung untuk selidiki dugaan korupsi program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun 2023 yang menghabiskan anggaran Rp. 5 Miliar yang belum tuntas sampai saat ini.
Ketua LKPA RI Zubair menduga program BSPS yang dikelola oleh Dinas Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan (Disrumkintan) Polewali Mandar ditahun anggaran 2023 dengan anggaran Rp. 5.103.938.800 tersebut banyak yang menjadi tanda tanya. Pasalnya sampai saat ini program ini belum juga tuntas.
“Anggaran bedah rumah di Disrumkintan ini diduga mark up dan pelaksanaannya asal-asalan, didalam LKPJ Bupati 2023 merujuk pada target bedah rumah itu harus ada SK Bupati dimana dalam SK tersebut targetnya hanya 320 rumah sementara di realisasi LKPJ tersebut 429 rumah,” terang Ketua LKPA RI Zubair. Kamis 18 April.
Lanjutnya, Yang jadi pertanyaan apa dasar aturan yang diambil oleh Disrumkintan memambah jumlah sasaran penerima bantuan menjadi 429 rumah sementara di Perbub Polman No.33 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perbub No.23 tahun 2023 tentang bantuan sosial perbaikan RTLH yang bersumber dari APBD hanya 320 rumah.
Ia juga mengatakan, Disrumkintan seharusnya memperlihatkan RAB setiap target karena berdasarkan Juknis setiap rumah harus dibuatkan RAB bukan RAB kolektif karena tidak semua rumah sama kebutuhan bahannya.
“Kalau RAB ini tidak dilengkapi itu sudah terjadi kesalahan administrasi yang tentu jika terjadi ada indikasi korupsinya,” tandas Zubair.
Kemudian, kegiatan ini harusnya selesai di tahun 2023 tidak boleh menyebrang ke 2024 karena ini program pokok karena ini program peioritas sehingga harus diselesaikan yang menandakan ada kesalahan administrasi. Menurutnya pada saat diusulkan targetnya sudah ada karena perencanaan ditahun 2022.
Ia menduga anggaran bedah rumah di 2023 ini digunakan untuk kegiatan lain sehingga tertunda sampai Desember. Ia yakin kegiatan tersebut perlu menjadi perhatian aparat penegak hukum agar tidak terjadi kesalahan berulang.
Terpisah, Kepala Bidang Perumahan Muliawati menjelaskan terkait proses pekerjaan yang baru dikerjakan di 2024 karena penyaluran bantuan dana yang terlambat. Ia juga mengatakan, proses pekerjaan yang menyebrang tahun tidak menjadi masalah karena anggarannya sudah kucur.
“Program ini sifatnya bantuan sosial,ketika ada bantuan pemerintah yang turun dan mereka mengerjakan sendiri rumahnya itu sah-sah saja dikerjakan sebelum dananya cair,” jelas Muliawati.
Ia juga menjelaskan setiap biaya tukang untuk setiap kategori berbeda-beda, untuk KI dengan bantuan Rp. 15.000.000 untuk fisik Rp. 12.500.000, KII Rp. 11.250.000 untuk kegiatan fisik Rp. 9.375.000 dan untuk KIII Rp. 7.500.000 digunakan untuk belanja barang Rp. 6.250.000.
Kemudian, terkait dengan pengawasan kegiatan pembangunan BSPS, Muliawati memastikam pihaknya tetap akan melakukan pengawasan dengan melibatkan tenaga pendamping yang masa kerjanya di perpanjang tetapi untuk penggajiannya tetap empat bulan saja.(bdt)