MAMASA,POJOK RAKYAT – Di tengah sorotan publik terhadap penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Bupati Mamasa dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mamasa, aktivis anti korupsi Sulawesi Barat, Irfan, menegaskan bahwa komitmen tersebut tak boleh berhenti sebagai simbol seremonial. Ia menyebut, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2023 telah menemukan dugaan penyimpangan yang sangat signifikan.
BPK mencatat adanya temuan Rp.81 miliar secara keseluruhan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mamasa. Dari jumlah tersebut, Rp.15 miliar berasal dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Mamasa pada tahun anggaran 2023. Angka fantastis ini, menurut Irfan ini menjadi alarm keras bahwa tata kelola anggaran di Mamasa perlu diawasi lebih ketat dan diproses secara hukum.
“MoU itu jangan hanya jadi alat pencitraan politik. Rakyat menunggu keberanian Kajari Mamasa membuktikan bahwa hukum berlaku untuk semua. Temuan Rp81 miliar bukan angka kecil, apalagi Rp15 miliar di Dinas PU. Ini jelas merugikan keuangan negara,” tegas Irfan.
Irfan mengingatkan, aturan hukum terkait kerugian negara akibat penyalahgunaan anggaran telah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dan merugikan keuangan negara, diancam pidana penjara 4–20 tahun serta denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Pasal 3 menegaskan sanksi yang sama bagi pejabat publik yang menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan negara.
“Jika aparat penegak hukum tidak bergerak, berarti ada pembiaran. Padahal UU sudah jelas mengatur ancaman pidana. Ini yang membuat publik kecewa pada komitmen pemberantasan korupsi,” tambah Irfan.
Sebagai bentuk tekanan moral dan desakan publik, Irfan bersama sejumlah aktivis anti korupsi Sulawesi Barat berencana menggelar aksi demonstrasi di depan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulbar. Aksi ini dimaksudkan untuk menuntut Kejati ikut mengawasi secara serius MoU yang telah ditandatangani dan memastikan setiap temuan BPK ditindaklanjuti dengan proses hukum yang transparan.
“Kami akan turun ke Kejaksaan Tinggi Sulbar. Tujuannya jelas, mendesak agar tidak ada satupun temuan BPK yang dibiarkan. Kalau kerugian Rp.81 miliar ini hanya berakhir di meja administrasi, sama saja pemerintah daerah sedang mempermainkan uang rakyat,” pungkasnya.(bdt)