MAMASA, POJOK RAKYAT — Inspektorat Kabupaten kembali menjadi sorotan tajam, Aktivis anti korupsi Mamasa mempertanyakan pengawasan Inspektorat dalam pengawasan dan penanganan tindaklanjut dugaan penyalahgunaan anggaran yang di kelola oleh Desa. Sabtu 19 September 2025.
Aktivis Anti korupsi Mamasa Simson mengungkapkan, seperti halnya di Desa Indo Banua, Kecamatan Mambi, Mamasa, yang telah mengerjakan pembangunan jalan rabat beton sepanjang 300 meter dengan anggaran sekira Rp. 203 jutaan menggunakan anggan tahun 2024.
“Proyek pembangunan jalan ini diduga dalam pengerjaannya tidak sesuai volume yang sudah ditentukan dalam RAB,” ungkap Simson.
Kemudian, Pemeliharaan jalan desa Rp. 48 jutaan di tahun 2024 diduga fiktif karena tidak jelas dimana titik yang dikerjakan.
Selain infrastruktur, program ketahanan pangan Rp. 179.820000 Tahun 2024 untuk pengadaan bibit kopi diduga tidak sesuai jumlah anggaran dengan bibit yang dibeli serta kualitas bibit yang diadakan dirahukan karena bibit tersebut diduga tidak berlabel.
Simson juga menyampaikan, Penyusunan APBD Tahun 2025 diduga tidak melibatkan BPD, dan apa yang dikerjakan yang tertuang dalam APBD Tahun 2025 tidak sesuai dengan fakta-fakta karena diduga direkayasa.
Sorotan ini disampaikan oleh Simson, aktivis senior, yang mengkritik keras kepemimpinan Inspektur Inspektorat, Yohanis. Ia menilai Inspektorat telah kehilangan fungsinya sebagai pengawas yang independen dan profesional.
“Inspektorat hari ini seperti macan ompong. Banyak laporan dugaan yang mencakup dana desa tidak diproses, tidak ditindaklanjuti, bahkan sengaja seolah diabaikan. Kalau begini terus, Inspektorat Mamasa harus dievaluasi!,” tegas Simson.
Ia menduga kuat terjadi pembiaran sistematis dalam tubuh Inspektorat. Pimpinan dinilai bermain aman dan tidak berani menindak tegas pelaku pelanggaran yang memiliki kekuasaan, baik dari kalangan kepala desa.
“Kalau pengawas takut pada pelanggar, atau malah terlibat, ini sudah lampu merah. Ini bukan hanya soal kelalaian, tapi potensi pengkhianatan terhadap amanah rakyat,” ujarnya.
Simson juga menyoroti kinerja Inspektorat dalam pemeriksaan dana desa Indo Banua, Kecamatan Mambi, karena adanya dugaan penyimpangan, kolusi, nepotisme dan transparansi, sehingga mendesaknya evaluasi menyeluruh dan peningkatan sistem pengawasan yang lebih ketat serta independen agar dana desa dapat dikelola secara efektif dan akuntabel.
Berbagai kasus menunjukkan adanya penyelewengan dana desa, baik dari dana Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) maupun anggaran tahunan. Contohnya oknum pemerintah desa diduga menyalahgunakan dana untuk keuntungan pribadi, seperti pemotongan gaji sepihak, dan pembelian barang yang tidak sesuai.
Inspektorat dianggap kurang transparan dalam proses pengawasan dan audit dana desa, sehingga seringkali proyek bermasalah tidak terungkap. Sehingga masyarakat menduga adanya praktik kolusi antara oknum Inspektorat dengan pihak pemerintah desa atas penggunaan dana desa, yang menyebabkan penutupan mata terhadap penyimpangan.
Kritik juga diarahkan pada lemahnya pemberian sanksi tegas kepada kepala desa yang terbukti menyimpang. Kasus-kasus penyimpangan terkesan dibiarkan begitu saja, sehingga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Inspektorat.
Untuk itu, aktivis mendesak pimpinan daerah untuk mengevaluasi kinerja Inspektorat secara menyeluruh. Mereka menuntut peningkatan transparansi, akuntabilitas, serta penerapan sistem pengawasan yang lebih ketat dan independen agar Inspektorat dapat bekerja secara objektif.(*)











